Pengusaha Lima Milyar - Bagian 00


Pengusaha Lima Milyar - Novel oleh Aqila Dzaka
Pengusaha Lima Milyar

 22 Agustus 2016

Dari seberang jalan salah satu dari 5 ruko yang berjejer itu terlihat ramai. Design minimalis ruangan tertutup dengan kaca tebal membuat siapa saja bisa melihat keramaian itu. 5 mahasiswa muda-mudi tampak bercengkrama bersama. Ramai dengan gelak tawa disusul ocehan-ocehan. Satu orang duduk di kursi portabel membelakangi sebuah dekstop yang menyala berkalung headset tanpa kabel. Sebuah proses aplikasi etah apa masih berjalan. Dua mahasiswi cantik berkerudung santai duduk disisi lain, berhadap-hadapan dengan dua mahasiswa yang duduk disofa seberangnya, dipisahkan oleh meja kaca penuh dengan bungkusan cemilan. Yang berkerudung kuning tampak asyik dengan telpon pintarnya. Jarinya tak berhenti mengetuk-ngetuk layarnya. Sesekali dia tersenyum dan sesekali mendekatkan speaker ke telinganya yang terbungkus kerudung. Voice message. Yang berkerudung merah lebih asyik lagi. Tersenyum lebar, tertawa malahan, mendengarkan teman didepannya mengoceh tentang sesuatu. Yang mengoceh sambil berdiri memperagakan sesuatu, mengimbangi cerita yang dibawakannya ia seperti menceritakan banyak hal. Cerita hari itu mungkin. Satu lagi yang duduk disamping yang mengoceh mendengarkan dengan seksama, ditangan kirinya ada makanan ringan dan tangan kanannya penuh dengan remah-remah.

Sayup-sayup juga terdegar lagu pop hits mengiringi gelak tawa mereka.

Pukul 23.00
Jam segini bukan lagi waktu menahan mata untuk istirahat. Harusnya mereka sudah terlelap di kos masing masing. Atau mungkin kontrakan, atau mungkin seharusnya sudah ada di rumah mereka. Orang tua mereka pasti cemas. Tapi bagi mereka hari ini jadi hari yang sangat special. Hari penghukuman. Malam penentuan. Mereka akan membuktikan janji. Tantangan kesuksesan.

Di seberang jalan, berjarak 200 meter dari ruko itu berhenti sebuah mobil box berwarna hitam. Dua orang berjas dan berkacamata bak agen rahasia turun dari mobil. Yang satu dari kemudi membetulkan lengan baju yang disingsingkan ketika menyetir. Yang kedua berjalan ke box belakang. Membuka pintunya dan mengambil sebuah koper berukurang sedang. Mereka berjalan beriringan menyebrangi jalanan sepi. Jalan mereka tegap, langkah kaki menapak bersama. Suara derap kaki berbalut sepatu PDL menggema dijalanan.

Yang tidak memegang koper mengelurkan sesuatu dari dalam saku jasnya. Sebuah benda yang tidak asing bagi kalian pencinta game strategi. Yap betul sekali itu sebuah senjata api. Mereka berjalan beriringan menuju ruko itu.

Jalanan masih sepi.

Kelima mahasiswa itu masih asyik dengan gelak tawa. Yang berkerudung kuning beranjak dari sofa. Dia bilang ingin membuat teh hangat disusul kemudian sahutan permintaan dari empat orang temannya yang lain.

Dua orang agen rahasia atau apalah mereka semakin mendekat. Cahaya ruangan yang menembus kaca kini menerangi mereka berdua. Yang membawa pistol sigap mempercepat kakinya, menodongkan pistolnya kedepan dan membuka pintu minimalis kaca dengan cepat. Jari telunjuk kiri memberi isyarat di bibir. Diam. Iya isyarat agar keempat mahasiswa yang asyik dengan gelak tawa mereka tetep diam. Menghiraukan rasa panik.

“Kok diem sih ada ap…..”
Yang berkerudung kuning muncul dari balik tembok membawa nampan dengan minuman berbagai macam. Kaget dan langsung mematung melihat dua orang berjas rapi berdiri. Salah satunya menodongkan pistol.
“Shtttttt….”
Yang menodongkal pistol memberi isyarat diam.
“Eeee...mas-masnya mau minum apa? He he he”
Dua orang berjas mengernyitkan dahi. Heran. Keempat mahasiswa yang sudah ketakutan dari tadi bareng menoleh ke arah si kerudung kuning. Heran juga.
Yang menodongkan pistol angkat bicara,
“Mbak suka kucing ya?”
Yang ditanya kesenengan ternyata pertanyaannya bisa mencairkan suasana. Segenting apapun tetep positif thingking. Begitu prinsipnya.
“Iya, kok tahu ma...mas”
“Soalnya yakin sekali punya sembilan nyawa”
eh langsung yang berkerung kuning duduk bersama keempat teman-temannya. Nampan ia taruh di meja tidak lupa membagikan minumannya. Dua kopi berganti pemilik. Kopi itu dia taruh di ujung meja tepat di depan dua orang berjas itu.
“Monggo mas...”
Keempat temannya semakin gemas. Yang berkerudung merah melotot kegemesan.

Si pembawa koper menutup tirai. Ruangan itu sempurna tak terlihat dari luar. Entah apa yang terjadi jalanan mulai ramai. Jam 23.30 bukan waktu untuk tidur bagi jalanan perkotaan kota Yogyakarta.

Si pemegang koper meminta izin untuk duduk di sofa. Dia duduk bersantai. Menghela nafas panjang, seperti setelah merasakan perjalanan jauh dan butuh istirahat. Matanya memperhatikan sekeliling ruangan. Dia menaruh koper yang dia bawa di atas meja setelah menggeser dua cangkir kopi yang ditawarkan si kerudung kuning.

“Muhammad Arsyadanil Haq?” Nada bertanya keluar dari mulutnya.
Hening.
“Arsyad!”
Yang dipanggil mengacungkan tangannya sambil gemetaran.
Si pembawa koper terseyum. Ia membuka koper dan mengeluarkan tumpukan kertas berbagai warna. Klipping dari berbagai media massa.
Si pembawa koper membacakan sebuah kertas yang dia ambil secara acak. Membaca profil Arsyad. Profil yang panjang, menyita waktu 5 menit. Selesai membaca dia tersenyum kemudian mengambil sebuah cerutu dari kantong bajunya. Si penodong pistol mengambil kursi di belakangnya kemudian menaruh disamping sofa si pembawa koper. Ujung pistol dia arahkan ke ujung cerutu si pembawa koper. Dia menarik pelatuk dan keluarlah api berwarna kebiruan. Sempurna. Cerutu itu menyala sempurna. Bersamaan dengan itu gelak tawa riuh memenuhi ruangan.

Si pembawa koper mengenalkan diri, menyebutkan sebuah nama organisasi dan menceritakan sedikit tentang organisasi ditambah embel-embel cerita tentang sosok gagah tegap disampingnya. Obrolan itu dia akhiri dengan sebuah permintaan.

Arsyad tersenyum. Diikuti keempat teman-temannya.
“Esok akan kami antarkan” jawabnya yakin disambut anggukan teman-temannya.

Dihari yang sama, 3 tahun yang lalu kisah ini dimulai. Ketika kalian hanya bisa membayangkan memilikinya aku memilikinya. Namaku Arsyad, pengusaha sukses pemilik perusahaan yang pasti akan menguasai dunia. Memulihkan roda ekonomi Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Wajah-Wajah Angkatan 2014, Smart Generation.

Apa Bahasa Inggrisnya "Crot"?

Kondangan mulu, kapan dikondangin?