Pengusaha Lima Milyar - Bagian 02
Ponsel
pintarku berdering, sebuah pesan dari palikasi LINE masuk. Dari Syta.
“Kapan
aja aku selow kok”
“halaah,
jangan php, aku mau belajar ngedit video ini”
“wkwkwkwk,
kapan sih aku php, ya sudah siang ini aja”
“okey,
dimana?”
Kusebutkan
sebuah tempat nongkrong dekat kampus Syta.
“Okey,
aku otw jam dua”
Aku
masih di kampus. Duduk di kelas menunggu dosen mata kuliah Logika
Informatika. Pak Putra, begitu sekelas kami memanggil beliau. Selain
menjadi salah satu dosen favorit kelas kami, beliau juga menjadi
Humas Senoir di kampus. Jadi, kalau ada tamu penting maka urusannya
sama beliau. Di luar kampus beliau lebih keren lagi. Beliau menjadi
pembicara dan motivator di berbagai banyak event. Beliau juga menjadi
pengisi acara talk show di sebuah stasiun radio terkenal di
Yogyakarta.
Pak
Putra datang 5 menit setelah chat terakhir Syta. Datang dengan
setelan jas rapi berdasi biru. Beliau memulai pelajaran dengan salam
kemudian mulai menjelaskan. Aku fokus memperhatikan.
….
Keluar
kelas aku bergegas ke Kos Vikar. Kosnya setengah kilometer dari
kampus. Vikar sedang bersantai di kamar, membaca buku.
Kurebahkan
diriku disamping Vikar. Kulirik isi buku yang dia baca. Banyak
garis-garis penanda tulisan penting ia buat di halaman itu.
“Buku
apa kar?”
“E-Commers,
tulisan pak rektor”, Vikar menunjukkan sebuah nama disampulnya. Aku
ber-O pajang.
Tidak
mau kalah sibuk, kubuka laptopku dan mulai berselancar di internet.
Kubuka situs berita terkini. Head linenya tentang terpilihnya capres
kotroversial dan sama sekali tidak diunggulkan di sebuah negara. Ku
baca beberapa baris berita sambil menebak apa yag diberitakan.
Kulirik beberapa berita terkait disampingnya. Seperti yang kuduga,
beberapa berita tentang kemungkinan keterlibatan peretas negara
saingan dalam pemilihan umum muncul di deretan paling atas.
Kubuka
beberapa tab berita. Prediksi-prediksi apa yang akan terjadi setelah
si capres resmi menjadi presiden menjadi topik hangat yang ikut
booming. Ku baca komentar para pembaca dan aku mulai tenggelam
membacanya, senyum-senyum membaca beberapa komentar nyleneh
tapi tetap asyik untuk dibaca. Sepertinya lebih asyik membaca
komentar daripada beritanya.
“Jam
berapa Syad?”
“Sebentar...”
Kuambil
ponsel pintarku. Ku pencet tombol di sisi kanannya. Tak kunjung
menyala. Ku tekan-tekan lagi, masih tak menyala. Ku lihat layar
laptop.
“Jam
satu Kar, ada jadwal kuliah?”
“Iya”
Vikar
berdiri mengambil kemeja yang digantung, cepat seperti kilat
memakainya. Langsung keluar kamar. Terburu-buru berangkat ke kampus.
Masih
dengan laptop yang menyala ku periksa lagi ponsel pintarku. Ku pencet
tombol on-nya. Masih sama tidak menyala. Ku lepas baterai dan
memasangnya lagi. Masih sama tidak mau menyala. Ku hubungkan dengan
charger. Sama saja, ku pencet tombol on-nya masih tidak mau
menyala.
Pukul
13.30
Suara
gemuruh dilanjutkan ributnya suara hujan terdengar. Setengah jam
berkutat dengan ponsel pintar ini dan tidak membuahkan hasil apa-apa.
Kubuka
browser, mencari tahu di internet. Sebuah situs memberi tips
untuk mem-flash ulang. Istilah yang tidak asing bagiku. Aku
sering mem-flash ulang. Segera kucari bahan dan sofwarenya di
situs forum pengembang sistem operasi ponsel pintar.
Pukul
16.00
masih
menunggu proses download bahan-bahannya dari internet aku
teringat pesan Syta. Kulihat keluar lewat jendela. Hujan masih deras
mengguyur. Aku ingin menanyakan dia bisa datang atau tidak ke tempat
kami janjian. Ku ambil ponsel pintarku.
“et
dah, lupa kalau lagi error”
Kubuka
aplikasi LINE versi komputer lewat laptop. Aplikasi terbuka memita
user name dan password untuk login. User name dengan mudah kutulis. Beranjak ke kolom password aku mulai garuk-garuk
kepala.
“Waduh,
apa ya passwordnya?”
Kubuka
aplikasi sosial media lainnya melalui laptop.
WhatsAp,
aduh harus
terhubung dengan akun di ponsel pintar lagi.
Facebook,
Messenger.
Kutulis,
“Sytaaa, gimana jadi tidak?”
Lima
menit berlalu masih tidak ada jawaban. Waduh, bagaimana ini?
Akhirnya
kuputuskan positif thingking, husnudzon. Paling
juga tidak jadi soalnya masih hujan.
Tapi
ternyata berprasangka itu memang salah. Prasangka baik ataupun buruk
semuanya salah. Apalagi sama perempuan.
Setengah
jam berkutat dengan flash
dan recovery aplikasi
ponsel pintarku. Setelah beres segera kuhubungi Syta. Dia
marah-marah. Katanya aku php.
“Akukan
butuh kepastian juga Syad, kalau kamu gak bisa
datang.
Udah aku LINE, kamu gak
bales! Ngomong kalau disitu
hujan deras, aku juga sudah di tempat dari jam setengah dua, lagian
apa susahnya sih nerobos
hujan pakai jas hujan katanya
cowok, bete tau
gak!”
Fix,
sore itu Syta marah.
…
Hari
Rabu kuliah masuk seperti biasa. Dosen mata kuliah Algoritma
Pemograman datang tepat waktu. Hari ini beliau menjelaskan tentang
Array. Sedikit teori kemudian memberi tugas. Pagi itu aku keluar
kelas cepat.
Semalam
kuhabiskan membujuk Syta. Berkelit soal hujan dan flash ulang
ponsel pintarku yang sama sekali dia tidak pahami.
“Janji
dech besok aku traktir”
“Palingan
juga PHP!”
“Ya
Allah, masak aku harus sumpah-sumpahan sih?”
“Okey,
besok aku tunggu”
Demi
memenuhi janji itu aku segera ke Kos Vikar, mengajaknya ikut makan.
Kami janjian makan di sebuah warung Mie Ayam Palembang.
“Bertiga
aja?”, tanya Vikar,
“Unggak,
katanya dia mau ngajak Ria”
“Ria?
Serius?”, yang sedang menyisir rambut mendadak ambisius.
“Iya,
Ria, makanya cepetan sisirannya!”
“Wah
kalau urusan sama Ria, nyisir rambut harus lama Syad, he he he”
“Ya
udah cepetan, aku tunggu di luar ya, kelamaan aku tinggal juga kamu”
Aku
sudah berdiri di depan pintu.
“Lho
kan pakai motorku, gimana cara ninggalnya?”
“Oh
iya”, baru sadar aku, “Tapi-kan kamu gak tahu tempatnya”
“Iya,
aku gak tahu, tapi Google map-kan tahu, he he he...”
Kalau
berdebat sama Vikar pasti gak ada habisnya.
“Ya
udah cepetan kek sisirannya, aku tunggu diluar”
“Oke
bos”
Vikar
melepar kunci motornya. Ku tangkap sigap.
Syta
dan Ria sudah sampai terlebih dahulu. Syta mengirimkan foto warung
yang dimaksud. Aku dan Vikar baru berangkat dibantu dengan Google
Maps mencari warung tempat kita janjian. Bersamaan dengan itu chat
teror bertubi-tubi muncul dari Syta.
“Kamu
dimana?”
“Aku
udah sampai”
“Jangan
PHP lagi!😤”
“Awas
kalau PHP, tak doain jomblo seumur hidup😈”
“Cepetan
katanya deket dari Kos Vikar”
“Ih
kok di read donk sih!!😤”
Aku
tersenyum sendiri membacanya. Kubalas singkat.
“Otw😘”
Syta
tambah marah-marah.
…
Kami
berdua datang menghampiri dengan wajah tidak berdosa. Menyapa
kemudian mendengar ocehan kedua teman perempuan kami dengan sabar
kemudian tertawa lagi. Kami memesan empat porsi mie ayam jumbo.
Sambil makan kita mengobrol tentang banyak hal. Vikar sudah satu
tahun di Jogja, begitu juga Syta dan Ria. Aku Mahasiswa baru yang
baru masuk semester ini. Tentu aku harus menjadi pendengar yang baik.
Kami pernah satu sekolahan jadi sudah sedikit akrab. Setidaknya tahu
apa yang kita bisa bicarakan bersama. Kita mengobrol banyak hal.
Mulai dari kesibukan kampus, kegiatan semester 3 mereka bertiga.
Tentu juga pengalamanku setahun magang disebuah stasiun televisi
swata di Jawa Timur yang menjadi alasanku baru masuk kuliah tahun
ini.
Setahun
itulah yang membuatku sedikit banyak bisa mengoperasikan alat-alat
dan software multimedia. Selain membicarakan tentang pengalaman dan
kegiatan masing-masing. Aku dan Syta mengatur ulang jadwal untuk
belajar bersama. Dan akhirnya masalah selesai.
Lama
mengobrol aku beranjak menuju ke kasir, meminta tagihan. Kuambil nota
tagihan lalu kembali ke meja kami duduk, kudekati Vikar.
“Kar,
pinjem dompet donk” bisikku pelan.
“Et-dah,
nih”
Ku
ambil dompet di sakunya kemudian menggunakan isinya untuk membayar
tagihan. Dengan gagah layaknya pahlawan aku kembali.
“Berapa
Syad?”, tanya Ria.
“Udah
gak usah, yuk balik!” ajakku.
“Aduh
jadi tidak enak sama kamu Syad”, Syta memakai helmnya, bersiap
untuk memacu motor. Ria sudah duduk nyaman di belakang. Mereka
berboncengan.
“Tidak
apa-apa, sebaliknya, aku yang tidak enak sudah php.”
Vikar
cekikikan disampingku.
“Ada
apa Kar?” tanya Ria.
“Unggak
apa-apa, biasa efek nonton film”, jawabnya sambil masih tertawa
“Film
apa?”
“Unggak
jadi, udah sana pulang, nanti kesorean.”
Syta
dan Ria beranjak pergi dahulu. Bayangan motor mereka hilang
diperempatan lampu merah, berbelok ke arah lain. Aku dan Vikar pulang
lima menit kemudian. Sepanjang jalan tidak berhenti tertawa.
“Kayaknya
lucu banget kalau kejadian tadi difilmkan Syad, ha ha ha”
“he
he he, ya maaf, lupa bawa dompet sih”
Comments
Post a Comment