100 Dreams-Impian Ke-01; Surat dari Sadewa.


Grosvernor hotel, Victoria Street, London

Belongs to my friend,
Arsyad
Indahnya mentari dengan sinar pembawa semangat sejati. Aroma renyahnya kehidupan kembali begitu terasa kental. Entah apa yang terjadi tiba-tiba saja diri ini melayang, terbang terpental kembali ke waktu dulu. Dikala saat sulit untuk berbicara dan berucap, disaat yang ada hanyalah sebuah rengekan dan permintaan. Waktu adalah ibu karena waktulah kita terdidik, namun kadang waktu adalah pembunuh. Dengan pedangnya yang tajam perlahan menyayat kulit kita sendiri.
Di malam yang lalu malaikat turun membawa sejuta rahmat Lillah. Dan mungkin di malam yang sama ada secuil rahmat Allah yang tersisa untukku. Yang mana itulah kabar-Nya yang benar tentang janjinya yang selalu kita tuntut, bahwa janji Allah memanglah benar.
Sepuluh tahun sudah waktu menghempas memisahkan kita, kau seakan di telan bumi, menghilang. Aku, Luluk dan kau, masing-masing kita mengejar impian masin-masing. Jauh menggenggam sejuta keyakinan akan terwujutnya impian itu. Dan aku tak pernah membayangkan itu akan menjadi seperti ini. Kau ingat Syad, janji kita sebelum perpisahan? dimana kita berlomba menjadi yang pertama kali sukses menggapai impian masing-masing dengan jalan masing-masing. Dan kau yang membuatku sehentak tertawa dan menggunjing dengan impian-impianmu yang kau tunjukkan kepadaku. Tapi ternyata,argumenku salah dan aku sadar bahwa asa manusia amatlah kecil dibandingkan dengan kekuasaan Allah. Kau menakjupkan Syad, lebih dariku yang dulu selalu kau elu-elukan, meski aku telah mencoret semua daftar impianku yang dulu kita buat bersama. Namun ini masihlah seperempat dari impian-impian mu yang dulu kau tulis.
Aku sekarang di Malaysia,hidup bersama istriku. Hidup damai di sini dengan senyuman dari istriku di bangunku dan sebelum tidurku. Dua tahun sudah ku arungi impianku yang terakhir di sini sampai akhirnya kudengar secerca kabar tentangmu jauh disana, di sebuah kota yang selalu kau impikan untuk kau jejakkan kakimu disana. Aku takjup Syad, ambisimu betul-betul luar biasa. Aku hanya bisa bersyukur dan sesekali tersenyum kalah denganmu yang telah menggapai impian mu yang ke-97, menapakkan kaki di Britania Raya, London, Inggris. Tak ada yang bisa ku katakan lagi tentang dirimu Syad, kau terlalu menakjupkan. Andai kita masih ditakdirkan bertemu, aku pasti akan menangis bangga dengan semangatmu. Terima kasih Syad, mungkin kalaupun dulu kau tak memaki dan menggunjingku tentang sebuah ketakutan pada diri ini untuk bermimpi mungkin aku tak akan pernah seperti sekarang. Terima kasih Syad,… .Oh ya, kau tahu kabar tentang Luluk? limabelas tahun sudah kita terpisah, ia sepertinya menghilang dan aku tak mendengar sedikitpun tentang kabarnya. Satu pertanyaan apakah ia masih sediam dulu, dan masih seelok angsa yang dengan kepakan sayapnya yang mengagumkan kau terpaut padanya?ha..ha...ha, sudahlah aku tak mau lagi panjang-panjang menulis. Yang penting asa di hatiku sudah kulabuhkan kepadamu dengan surat ini. Satu permintaanku bila memang surat ini berarti jangan pernah kau menggunakannya untuk membuat origami seperti kebiasaanmu dahulu, tapi tulislah apa yang akan terdetik di hatimu setelah membacanya dan kirimkan kembali kepadaku.


Wassalam


Notes;Oh ya aku punya jawaban untuk impian mu yang ke-95 Syad, seseorang yang dulu selalu kau rindukan untuk mendapingi hidupmu. Namanya Laina,teman lamaku di kampus. Dan ia telah hafal 30 juz Al-quran. Bila kau berhasrat, temui aku di menara Petronas.
Your friend


Sadewa


Tak tahu kenapa senyum berderet tiba-tiba saja di bibirku ketika membaca surat itu. teringat kembali masa-masaku dahulu yang penuh perjuangan. Canda,tangis,tawa,semuanya menghiasiku. Tak ada yang bisa ku katakan selain syukur kepada Allah atas segala nikmatnya yang tak terkira. Kulipat kembali surat itu, rapi seperti baru saja kubuka. Aku berbalik badan berjalan mendekat ke sebuah laci di pojok kamar, sebuh laci dengan ukiran-ukiran ornamen di setiap sisinya. Tampak begitu berkilau di sisi ini karena cahaya mentari tepat menghempas di atasnya. Catnya yang kecoklatan berubah keemasan menyilaukan, seperti itulah Kotak Talmud dengan patung malaikat yang mengaunginya. Namun ini lebih dan sangat berarti bagiku daripada Kotak Talmud. Karena inilah masa laluku. Kusimpan semua kenangan di sini bersama jutaan kalimat indah yang sering kurangkai di setiap malam tentang kerinduan akan kebersamaan seperti dahulu. Ku buka laci paling atas lalu perlahan mengambil secarik kertas usang berwarna kecoklatan yang terasa tertelan waktu. Ini dia daftar ambisiku, impian-impian yang kurasa tak akan pernah ada habisnya selalu ingin dan yakin pasti bisa kuraih. Seratus cita-cita yang betul-betul menuntun dan mengubah hidupku yang dulu terasa sangat pahit dengan banyaknya cobaan yang menghadang. Tinggal sedikit aku akan menyelesaikannya, memberi coretan garis di setiap nomor. Dan nomor 97-lah yang terakhirku coret, sebuah impian yang paling sering ku angankan untuk mewujudkannya. Menjejakan kaki di sini, Britania Raya Inggris.


Jalanan masih sepi,dengan udaranya yang dingin menusuk. Baru seminggu musim dingin sudah membuatku sangat tersiksa. Apalagi dengan pilek yang kurasakan amat sangat menyiksa hari-hariku. Bagiku hidung mampet adalah bencana besar karena otomatis aku akan kekurangan asupan oksigen. Dan rasanya amat pening di kepala dengan keadaan seperti ini. Yang namanya musim dingin di Inggris tidak seperti dulu yang kubayangkan, seperti apa yang banyak ku lihat di film-film kartun, seperti main bola salju, lempar-lemparan atau bahkan membuat minuman es dari salju yang di tambahkan sirup atau susu. Tapi ternyata itu hanya angan-angan belaka yang sia-sia.
Boro-boro bermain, keluar gedung saja aku sudah tak tahan!” keluhku setiap saat.

bersambung....

Comments

Popular posts from this blog

Wajah-Wajah Angkatan 2014, Smart Generation.

Apa Bahasa Inggrisnya "Crot"?

Kondangan mulu, kapan dikondangin?