100 Dreams-Impian Ke-03; Grand Canyon Desaku 2
“Sudah
jangan di pikirkan! Adris itu memang selalu bikin khawatir
orang.”yang menjawab malah nyantai berenang
kesana-kemari.
Memang
Adris suka membuat orang khawatir, tapi kalau yang satu ini ia
betul-betul hilang. Atau hanya perasaanku saja, bisa saja ia tadi ke
tepi sungai mengambil pisaunya untuk berburu udang.
”Ya
sudahlah, nanti juga muncul lagi”pikirku mengabaikan.
Aku
masuk lagi ke sungai, tapi baru beberapa aku masuk sungai tiba-tiba,
“AKHHHHHH...HH!!!!”kurasakan
sesuatu mengikat kakiku lalu menarik paksa ke dalam sungai. Aku panik
meronta sekuat tenagaku, tarikannya semakin kuat menjerat.
“ASTAGFIRULLAH-ASTAGFIRULLAH,
YA ALLAH-YA.ALLAH”aku berteriak sejadinya melawan dengan
menendang-nendang kakiku. Tiba-tiba saja jeratan itu hilang disusul
munculnya Adris dari dalam air mengerang kesakitan.
“Aduhhh...sakit
tau”ia memegangi kepalanya.
“Ealah,
Dris-Dris, bikin kaget aku aja, tak kira
hantu”kataku lega.
“Duuuuh.....,
ngelawan sih boleh, tapi kira-kira dunk benjol nich!” Adris
protes memegangi kepalanya.
“Lah,
siapa suruh narik-narik coba? udah tau lagi khawatir masih aja di
kagetin, ya itu balesannya”
Adris
dan Ghozi ke tepi sungai mengambil baju mereka lalu mulai berjalan
menyusuri aliran sungai, aku menyusul di belakang. Perasaanku masih
tak enak walaupun kenyataannya Adris yang tadi iseng. Sepertinya
sungai ini memberi peringatan pada setiap anak-anak yang bermain
disini. Kalau dibayangkan seperti ada di dunia lain dan aku merasakan
bahwa roh-roh itu ada di sekitar kami.
“Kita
kemana?”aku bertanya.
“Ke
ujung aliran sungai ini,”
“Nanti
kau akan melihat sebuah bendungan irigasi, disanalah banyak mitos
tentang buaya putih”Ghozi menambahkan.
“Terus
kita berenang di sana?”
“Tak
usah, kalau kita berenang disana bisa-bisa kita tak pulang nanti”
“Kenapa?”Tanyaku
begidik sedikit takut.
“Karena
disana nyaman sekali, kau akan betah berlama-lama di sana.”
“Eh?
kukira karena ada sesuatu”aku meringis.
“Sudahlah,
kau jangan berfikir hal-hal yang aneh-aneh! kata ustadz kalau kamu
takut, mereka malah akan muncul, tapi kalau kamu berani mereka gak
akan berani muncul”
Aku
diam saja, berfikir sebentar mencerna apa yang dikatakan Adris.
Sekaligus mengumpulkan keberanian. Aku melihat ke sekeliling,
menyadari apa yang di katakan Adris,
”Betul
yang dikatakan Adris, bukankah manusia makhluk yang paling
sempurnajadi kenapa harus takut?”
Kami
bisa berjalan lebih cepat, karena aliran sungai yang semakin
mendangkal. Karena di ujung sana ada bendungan irigasi, pasir-pasir
yang ikut terbawa arus akan mampat disana dan akhirnya menumpuk
sampai di sini. Samar-sama bisa ku lihat bendungan irigasi itu.
Sama
seperti bendungan irigasi pada umumnya, mempunyai tiga pintu air dan
penderek di atasnya. Yang membedakan, disamping bendungan itu ada
sebuah gubuk kecil,terlihat semrawut dan tak terurus.
Kami
terus berjalan menembus ranting-ranting bambu yang menjulur ke
sungai. Darisini kurasakan tanah semakin berkurang sepertinya semakin
gembur dan menelan kakiku. Adris dan ghozi berubah arah mereka berdua
naik ketepi, mendaki kembali bukit yang membatasi bibir sungai.
“Kenapa
tidak lurus saja?”
“Di
tengah sana ada mata air yang sangat besar, sekitar satu meter
diameternya, untuk berjaga-jaga saja, kadang mata air itu tidak
megeluarkan air, kata kakakku kalau kau masuk kau akan tenggelam
sampai sungai bawah tanah, tapi kalau air yang muncul sedang sangat
deras kau bisa terperosok namun tak bisa tenggelam karena arus yang
mengangkatmu”Adris singkat menjelaskan. Penjelasan yang semakin
membuatku takjup dengan sungai ini.
“Ha-ha-hai,
ini dia yang kita tunggu-tunggu”Adris memegang palang besi
bendungan irigasi, kini kilatan senyuman yang tak biasa bersinar dari
wajahnya. Aku mendekat mengikuti langkahnya menebak apa yang dia
lihat.
“Waaaaau......in-ini
menakjupkan dris”terbata aku kagum, tak percaya dengan yang kulihat
sekarang. Bukit yang tadinya amat gersang, setelah bendungan ini,
bukit itu seakan tebing yang penuh dengan ukiran-ukiran yang indah.
Seakan pahatan yang memang sengaja digoreskan oleh seniman. Warna
alam yang berpadu antara kuning berkilau dengan hijaunya lumut yang
melapisi bebatuan membuat tebing semakin indah. Percikan-percikan air
yang keluar dari celah-celah bendungan membentuk pelangi dengan tujuh
warnanya. Air yang biru mengalir perlahan disambut bebatuan besar
berwarna-warni. Di ujung pandangan mata samar ku lihat bebatuan
granit berwarna kemerahan.
“Bagaimana?”Adris
menyeringai menatapku.
“Kalau
ini bukan lagi Grand Canyon Dris, ini sih piece of nirvana”
Ghozi
dan adris menoleh ke arahku,”Apa itu?”tanya mereka bersama-sama.
“Artinya
potongan surga.”Jawabku mantab.
Tak
mau berlama-lama memandangi, kami langsung turun. Adris yang bernyali
langsung lopat dari atas. Ghozi tak mau kalah, dengan gaya lompatan
yang lebih aneh ia mengikuti Adris, terjun dari atas bendungan.
Kalau
aku? ”Ah, aku ambil aman saja, kenapa-kenapa, hayooo”
Aku
mencari jalan memutar,menuruni tebing curam dan licin. Mencari aman
daripada harus lompat dari ketinggian enam meter langsung menghujam
air.
Sore
itu kami menghabiskan waktu disana, menikmati indahnya ukiran-ikiran
alam. Setelah puas Adris mengajak kami berburu ikan. Ia menunjukkan
sebuah tempat tersembunyi, tertutup batu granit besar berwarna merah.
Disana kami mendapat banyak tangkapan entah itu udang, kepiting,
ikan, bahkan Ghozi dengan tangan lihainya masuk kedalam celah
bebatuan mendapat seekor belut.
Sore
yang indah kami akhiri dengan membakar hasil tangkapan kami di gubuk
reot disamping bendungan. Sebuah pengalaman yang amat berharga bisa
menemukan pemandangan seindah ini, aku tak akan pernah menyesal
dilahirkan disini.
Bersambung
Selanjutnya: Impiam ke-04; Ini Bukan Sebuah Akhir 4
Comments
Post a Comment